CALEG KAMPAYE DI MASJID



Urusan Perut Seringkali Membuat Manusia Melanggar Aturan”
Empat bulan terakhir ini aku sangat jarang di rumah. Hanya ada di rumah jika ada acara keluarga atau ada keperluan.. Hari ini aku di rumah karena kemarin malam ikut menjemput paman  ke BIL. Biasanya aku enggak pernah lama di rumah, palingan kalau urusan udah beres, langsung balik ke Mataram. Sekarang ini aku masih di rumah karena tanggal merah peringatan Maulid nabi Muhammad SAW. 
Beberapa tahun terakhir peringatan Maulid di kampungku cukup meriah. Remaja  Masjid menggelar berbagai macam lomba sejak seminggu menjelang hari H. Tahun-tahun sebelumnya aku selalu berpartisipasi dalam acara yang dibuat. Mulai dari menjadi peserta  lomba atau sebagai MC. Tidak demikian dengan tahun ini, aku tidak mengambil bagian dalam kepanitian walaupun aku menjadi salah satu pengurus inti.
Sebenarnya jika aku ingin berpartisi malam itu, panitia pasti akan sangat senang. Tetapi aku memutuskan untuk menjadi penonton saja.
“Kita nonton dari paling belakang aja yok” ajakku.
“Ayo, tapi palingan nanti kamu dipanggil jadi MC oleh panitia” timpal Suhardi.
“Enggak usah ah. Masak MC di masjid style-nya punky gini”
Para MC mulai membuka acara, satu per satu peserta menunjukkan kemampuannya menghafal ayat-ayat pendek. Anak-anak itu begitu antusias menujukkan hafalannya. Ketakjubanpun tak sungkan-sungkan diekpresikan oleh penonton.
Ada yang bilang “hal yang menjadi fokus perhatianmu dalam sebuah acara adalah hal yang pernah kamu geluti”.  Hal yang pernah dan sedang aku geluti adalah MC, maka perhatianku pun banyak tercurah kepada  para MC yang bertugas malam  itu. Satu MC baru bernama Ayu cukup membuatku kagum. Meskipun dia MC baru, tapi dia tampil paling bagus diantara dua MC yang lain. Power suaranya bagus, artikulasinya jelas, intonasinya bagus, dan dia tampil natural.
Di belakang aku dan teman-teman yang lain, ada pak Kadus yang sedang menelepon. Dari pembicaraanya kami kira dia sedang ngobrol dengan Kades atau aparatur pemerintahan yang lain.
“Saya dan masyarakat sudah di Masjid. Langsung saja parkir mobil di depan masjid!” intruksinya pada orang ditelepon.
Sebuah motor datang terlebih dahulu dan langsung disuruh parkir di halaman Masjid. Kemudian, sebuah mobil datang, empat atau lima orang turun dari mobil tersebut. Salah satunya perempuan tanpa jilbab. Aku coba perhatikan orang-orang itu, ku kira mereka rombongan bapak Camat, tetapi bukan. Tak satu pun rombongan itu aku kenali. Kalau Camat pasti aku tanda karena beliau selalu datang meramaikan peringatan Maulid yang kami adakan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun tidak kenal sama sekali, aku coba berbasa-basi ketika mereka menyalamiku yang berdiri di depan gerbang.
“Selamat datang Bapak, terimaksih kunjungannya”
Diantara pergantian peserta yang akan tampil, MC cowok mengucapakan selamat datang kepada rombongan tamu itu.
“Selamat datang caleg dari partai Nasional Demokrat”
Aku kaget, enggak percaya kok panitia begitu ceroboh membiarkan kejadian itu. Oh my God ini Masjid. Kok mereka membiarkan orang-orang politik mengambil keuntugaan diacara agama seperti ini. Ku rasa tidak mungkin mereka tidak tahu kalau itu perbuatan salah.
Mata lomba menghafal ayat pendek berakhir. Selanjutnya akan dimulai lomba yang paling ditunggu-tunggu oleh penonton, yaitu fashion show busana muslim anak-anak. Namun sebelum memulai lomba tersebut MC mempersilakan Kadus menyampaikan sambutan.
“Sebelum lanjut ke acara fashion show, kami persilakan bapak Kadus menyampaikan sepatah dua patah kata”, kata MC.
Kadus mulai berbicara. Dan tahu enggak apa isi sambutannya?. Eh kok sambutan, itu bukan sambutan tapi KAMPAYE. Aku tutup kuping menyanyangkan kejadian memalukan itu. Kamu bisa bayangin betapa buruk citra tempat ibadah itu. MASJID dijadikan PANGGUNG KAMPAYE. Bagi orang yang punya otak itu sangat memalukan. Kalau bagi kamu enggak memalukan berarti kamu enggak punya???? Jawab sendiri saja pertanyaan itu. Kelewatan kalau pertanyaan untuk anak TK seperti itu enggak bisa kamu jawab.
 
Tak tahan dengan kejadian itu, aku pun meneriaki Kadus tersebut.
“Woy ini Masjid!”
Kerumunun penonton menoleh ke  arahku. Muji pun lebih geram dengan pelanggaran yang dilakukan si Kadus. Dia berteriak serak dengan amarah.
“Woy apapun katamu, saya bersumpah enggak bakal pilih dia, Turun woy! Ini Masjid!”
Suhardi enggak mau ketinggalan menunjukkan kejengkelannya. “Woy Masjid woy!”. 
Hampir semua penonton melihat ke arah kami. Suasana memanas. Si Kadus mulai sedikit terganggu dengan teriakkan kami. Dia mulai tidak fokus dengan materi kampayenya. Hal itu terlihat dari ketidakteraturan napasnya berbicara.  Susunan kalimatnya berantakan. Kami memutuskan meninggalkan lokasi sebagai bentuk protes. Aku enggak bisa berhenti berteriak.
“Masjid!, Masjid!, Masjid, Masjid!, Masjid!”, teriakku geram hingga keluar gerbang Masjid.
“Ya ya, gitu kok gitu sekali”, kata seorang Ibu melihat kelakuan Kadus itu.
Beberapa menit kemudian Aku, Muji, Suhardi, dan Pajri tiba di warung paman Sakirin. Di Berugaq depan warung kami duduk dengan kesal.
“Sebenarnya, tadi aku tahan diri biar enggak gitu, tapi enggak tahan” kataku sambil  menatap Muji.
“Sama, semoga dia cari kita nanti biar bisa kita skak lagi”, timpal Muji.
“Ingetin Rohadi biar enggak kejadian seperti itu lagi”, saranku.

Dua hari kemudian, Aku mengrim pesan singkat ke Rohadi yang merupakan ketua Reamaja Masjid. Begini nih isi percakapan kai via SMS.
“Remaja Masjid dikasih uang oleh caleg Nasdem itu?”
“Alhamdulillah dikasih, Kak?”
“Berapa?”
“Lima ratus ribu, Kak”
“Hati-hati, Dek. Berdasarkan peraturan KPU, Kampaye di sekolah dan di temapt ibadah tidak diperbolehkan”
“Ya, Kak. Pak Kadus yang bawa caleg itu ke Masjid. Padahal saya sudah kasih tahu  kampaye di Masjid itu tidak boleh. Tapi dia tetap membanya kesana”



Ketapang, 14 Januari 2014.

0 komentar: