CERITA DI BALIK SKRIPSI

Cerita di balik Skripsi
Selasa, 21 Januari 2014
A
ku pengen nulis nih tapi lagi buntu. Tadi udah nyoba ngetak-ngetik tapi ide tersendat.  Kebosanan menguasai otakku. Bosan dengan kegalauan yang setengah mati aku sembunyikan. Galau karena belum  juga bisa lupain kenangan manis sama dia. Ah ditambah lagi seminggu belakangan ini dosen pembimbing skripsiku ngasih aku harapan palsu . Setiap hari janjian ketemu, setiap hari enggak ditepatin juga. Lu bisa bayangin keselnya aku. Hari Kamis sore aku serahin skripsi dibaca dikit terus beliau bilang “Saya bawa aja dulu ya, besok jam empat sore ke sini lagi!”. Ya aku cuman bisa bilang “Ya deh, Pak” dengan nada kecewa. Besoknya menjelang jam empat, beliau SMS aku duluan. Gini kata SMS beliau “Di, kita ketemu besok aja ya. Sebelum pkl 12”. Lagi-lagi aku cuman bisa mengiyakan.
Besok paginya. Jam sebelas aku udah nunggu beliau di depan ruang dosen. Sekian lama nunggu, enggak nongol-nongol juga. Datenglah Ridho, dia nanya gini nih
Kamu nunggu siapa?”.
Nunggu pak Asyhar”, jawabku.
Kabar buruk pun dikasih sama Ridho, bahwa beliau baru aja pulang. Enggak nyerah gitu aja, aku coba kirimi beliau pesan singkat untuk menanyakan pukul berapa beliau kembali ke kampus. Setelah lama nunggu beliau membalas pesan singkatku. Gini nih bunyinya.
“Ini masih rapat sampai siang di Pusat Bahasa, kamu ke rumah aja, tapi nanti saya hubungi kapan waktunya”.
Hampir menjelang pukul tiga sore, aku nanya lagi ke beliau melalui SMS              
“Maaf sebelumnya, pukul berapa Bpk ada waktu melayani saya konsultasi skripsi, Pak?”. Lagi-lagi beliau menjawab
Nanti saya kabari, Saya masih di Posko KKN”.
Setelah selesai siaran, sekitar jam lima sore, aku nanya lagi ke beliau
Maaf Pak, pukul berapa saya bisa ke rumah, Bapak?”
Satu jam kemudian, SMS-ku di balas.
Saya baru pulang dari tempat KKN. Nanti malam ada acara sama keluarga. Besok ya. Saya SMS kapan waktunya”.
Besok paginya, begitu selesai mandi, saya langsung menelepon beliau namun tidak diangkat. Saya telepon lagi ke nomor handphone-nya yang lain, sama tidak diangkat juga.
Ah mungkin sedang tidak bisa menerima telepon”, gumamku memaksa diri berpikir positif.
Aku pun memutuskan untuk mengirim pesan singkat saja.
Mohon maaf sebelumnya. Pak, mohon tolong saya agar saya bisa ACC sebelum Bapak berangkat ke Lampung”
Beberapa menit kemudian beliau membalas
Nanti siang ya. Saya ngajar sampai pukul 13.00
Ya deh Pak. Mohon jangan diundur-undur lagi ya”

Hari ini pukul 14.00 hingga 16.00 saya ada jadwal siaran. Saya memutuskan untuk tidak bersiaran demi bisa konsultasi skripsi. Satu per satu teman siaran pun saya hubungi agar menggantikan saya. Akan tetapi hingga orang kelima yang saya mintai tolong enggak ada yang bisa. Mirza dan Denu yang biasanya selalu bisa, hari ini mereka enggak bisa. Semua teman yang kemungkinan bisa saya hubungi namun tak satu pun yang bisa. Hingga lima belas menit menjelang pukul 14.00 pun belum ada yang bisa. Saya malah dapet SMS yang bikin bete dari Denu yang bilang “Kamu aja yang siaran Dev, Lain kali deh saya gantiin. Aku belum mandi juga nih”
Aku membalas SMS itu dengan kekesalan yang sangat “Kalau saya bisa, ngapain saya minta tolong”. Akhirnya saya nekat melanggar aturan. Saya biarkan program yang saya handle kosong penyiar, saya minta tolong pada Mirza untuk membuat playlist saja.
Terus siapa yang siaran Dev?”, SMS dari Denu.
Playlist”, saya jawab dengan kesal.
“Kalau gitu saya dah yang siaran”, katanya.
Terimaksih”, jawabku.

Satu jam berlalu, Dosen yang ditunggu tak datang-datang. Aku coba mengisi waktu dengan ngobrol dengan embak Ros yang juga sedang menunggu dosen yang sama denganku. Entah berapa orang tempat kami menanyakan keberadaan beliau namun tak ada yang tahu. Berkali-kali kami SMS, tak satu pun dibalas. Berkali-kali kami telepon, tak diangkat-angkat juga. Hampir dua jam berlalu, kampus mulai sepi. Embak Ros memutuskan untuk pulang. Aku bersi kukuh tetap menunggu. Untuk mengurangi rasa jenuh yang semakin melimpah. Aku manfaatkan waktu dengan menulis catatan harian ini. Hingga hampir jam tiga sore tak ada kabar berita. Aku telepon kak Endang untuk menyakan kabar Linda. Dan dari kak Endang aku dapet info bahwa Linda di Mataram. Aku pun langsung pergi ke kost-nya untuk mengambil daftar hadir peserta seminar proposal skripsiku. Beberapa menit di sana, SMS masuk dari pak Asyhar, “Saya flu berat. Belum bisa terima konsultasi. Maaf”

Kamis, 6 Febuari 2014
Setelah sekian lama diberi harapan palsu. Akhirnya bisa juga ketemu sama dosen pembimbingku yang super super sibuk. Betapa senangnya hatiku. Oh thanks God!
Terbitnya harapan itu, berawal dari pesan singkat yang dikirimkan oleh embak Ros. Gini bunyinya pesan singkatnya.
“Ne da pak ashar cpt dtng dia baru dtng”
6 Febuari 2014 | 10:44:45
Dari kost Ricko aku langsung meluncur ke kampus. Di depan ruang dosen, embak Ros dan teman yang lain sudah menunggu.
“Kalian sudah konsultasi?”
“Belum, Bapak masih ngobrol
Kesabaran memang harus tetap melekat pada mahasiswa skripsian, terutama  kesabaran menanti dosen. Hampir satu jam berlalu, sang dosen belum juga memberikan tanda kesedian melayani konsultasi. Untuk membunuh bosan, kami ngobrolin segala hal yang bisa diobrolin. Salah satu obrolan utama kami ya tidaklain tidak bukan skripsi.
Tunggu bentar ya”, kata Pak Asyhar sambil berlalu menuju Ruang Jurusan.
Seandainya bangku di dapan ruang dosen itu bisa ngomong dia pasti udah protes karena terlalu lama dan terlalu sering didudukin oleh mahasiswa skripsian seperti kami. Kita skip aja ya proses menunggu yang menjemukan tersebut. Alright kita langsung ke proses konsultasi aja. Kami baru dilayani konsultasi menjelang azan Dzuhur. Bayangin nunggu dari jam sepuluh pagi baru dilayani jam segitu. Berarti kami menunggu selama tga jam-an. And I think you know, pekerjaan paling membosankan itu adalah menunggu.
Eh katanya mau langsung ke proses konsultasi, kok malah jadi banyak ngomong. Gimana sih Adi ini. Ok ok sorry.. Jadi gini ceritanya. Pak Asyhar keluar lagi dari ruang dosen dan bilang
“Adi, kemarin skripsimu dibaca oleh Deo. Dia bilang ada penelitian yang relevan yang dilakukan oleh mahasiswa di sini yang belum kamu masukkan ke skripsimu”.
“Oh my God. Udah hampir ACC skripsi eh malah kayak gini. Ada-ada aja tu orang baca-baca skipsiku. Monyong...!”, gumamku kesal dalam hati.
“Ada dua penelitian katanya. Kamu harus tambahkan kedua penelitian itu di bab dua-mu”, perintah pak Asyhar.
“Siapa namanya penelitinya, Pak?”
“Tinjani. Tahunya 2006 dan satunya lagi saya lupa. Coba cari di Perpustakaan!. Masih buka enggak Perpus sekarang?”
Udah tutup sih, Pak. Palingan bukanya sampai jam dua belas”, jawabku lemas.
Singkat cerita, skripsiku dicoret-coret dan katakan analisis datanya terlalu subyektif. Aku  harus revisi lagi. Aku balik ke kost Ricko dengan kekesalan. Malaikat dalam hatiku bilang “Syukur ada Deo yang membaca skripsimu. Kan nantinya skripsimu lebih sempurna”.
Sementara itu Setan dalam hatiku bilang “Kurang ajar itu orang. Pasti dia mau sok-sok-an tuh!. Monyet tuh orang!”


Jumat, 7 Febuari 2914
“Konsul hari ini? Klok konsul langsung k PUBAH soalnya pak ashar disana selesai ngajar jam 12” Pesan sangkat dari embak Ros yang masuk pukul 05:10:37 ke HP-ku.
Aku baru lihat pesan tersebut sekitar jam setengah enam pagi. Aku cuekin aja karena enggak ada pulsa untuk membalasnya. Lagian hari itu aku males banget urus skripsi yang enggak kelar-kelar itu. Jenuh dengan kesulitan tanpa akhir yang aku alami selama menggarap serius skripsi ini. Aku sama sekali tak berniat konsultasi hari itu. Aku belum merevisi lagi.
Pukul  06:47:20 pesan singkat Hedi masuk. Begini nih redaksinya.
“Kpn ujian di?”
Membca SMS itu entah dari mana datangnya semangatku merevisi skripsi itu. Sekitar jam sepuluh revisian itu beres. Aku print out hasil revisi kemudian mandi dan bergegas mencari pak Asyhar ke Pusat Bahasa Universitas  Mataram. Karena tahu beliau baru selesai ngajar bule-bule itu jam dua belas. Aku sempatkan diri sarapan di pak Amat yang jualan di lapak sebelah timur Unram lama.  Setelah sarapan, aku langsung melanjutkan misi menuju Pusat Bahasa. Aku parkir si Revo tepat di sebelah Supra X pak Asyhar. Sekian lama menunggu belum keliatan juga batang hidung sang dosen. Bule-bule lalu lalang meninggalakan Pusat Bahasa. Pemandangan dari bule-bule cantik lumayan segarkan otak yang penat. Jam di HP-ku menunjukkan dua belas lewat enam menit. “Lah kok enggak keluar-keluar nih dosen”, gumamku.
“Ngapain kamu di sini?, nyari saya?”, kata pak Asyhar dari kejauhan.
Aku hanya merespon dengan anggukkan kepala.
“Kamu enggak tahu ini jam Jumatan?, Emang kamu udah masukkin yang saya suruh kematin itu?
“Belum sih, Pak”
“Terus mau ngapain cari saya?”
“Mau anter revisian yang kemarin”
“Bukan sekedar revisian yang saya mau. Kamu harus masukkan dulu itu. Bisa sekarang enggak?”
“Enggak bisa, Pak. Hari Jumat kan Perpustakaan cuma buak sape jam sebelas”
“Ya udah deh besok aja
Oh my God nyesek banget rasanya. Penantian yang percuma. Kerja keras yang hasilnya tertunda lagi. Misi hari ini gagal. Aku hanya mampu menghela napas dalam-dalam menelan kekecewaan. Mendadak badan terasa lemas enggak bersemangat. Dari Pusat Bahasa aku langsung menuju Masjid Babul Hikmah Unram. “Tuhan tambahkan sabarku menjalani proses panjang untuk sejilid skripsi ini”. Hatiku bebisik mengadu pada Tuhan.

Sabtu, 8 Febuari 2014
Berbeda dengan pagi sehari sebelumnya. Pagi ini aku punya keinginan besar ke kampus. Aku sangat bersemangat. Meski badan terasa kurang fit, tapi aku tidak terlalu menghiraukannya. “Ah palingan nanti setelah mandi seger lagi kok”, gumamku melawan kenyataan badan.
Bener saja aku mandi dan bersiap-siap berangkat. Misiku pagi ini adalah membongkar tumpukkan skripsi di Perpustakaan Kampus. Ya karena itu yang harus aku lakukan untuk melengkapi relefrensi yang relevan dalam skripsiku. My Men and Sist, keinginan memang enggak selalu berjalan searah denga kenyataan. Walaupun aku udah mandi, badan tetep aja loyo, kepala malah makin pusing. Pokoknya badan drop dan enggak bisa dipaksain buat menjalankan misi pagi ini. Aku sadar, badanku protes karena seminggu belakangan ini aku sering begadang hingga larut malam. Bahkan tak jarang hingga jam empat dini hari. Dan gini nih efek buruknya. Misi pagi ini jadi terganggu. Aku coba baringkan badan. Berharap badan segera baikkan. Ah hingga jam sepuluh belum  ada perkembangan. Badan masih lemas, kepala masih pusing. Wah sepertinya rencana hari ini akan gagal total. Benar saja hingga jam dua belas tak ada perkembangan sedikit pun. Mengingat hari Sabtu jam kerja orang Perpus tidak sepanjang hari Senin hingga Kamis, aku memutuskan positif tidak mengurus urusan skripsi hari ini.
Jam satu baru ada perkembangan. Sepertinya badan bisa dipaksa melakuakn aktivitas. Akhirnya aku pun menerima tawaran Avan untuk menggantikannya siaran Request Box jam dua siang itu. Siaran berakhir jam empat, aku langsung meluncur pulang menghadiri pemakaman tuaq Raip. Seusai pemakaman, aku istirahat total di rumah hingga hari Senin.


Senin, 10 Febuari 2014
Kesehatan badan kembali seperti sedia kala. Pagi ini aku memutuskan untuk memangkas rambut menggunakan jasa temen-temenku di Kampung. Seusai memangkas rambut, kami bernostalgia di Peroyek. Di tengah becandaan dengan teman-teman, aku kepikiran sama skripsi. Tak lama kemudian,  pesan singkat Hedi masuk jam 10:42:02, begini bunyinya “Kpn ujian?”
“Maaf kmrn gk ada plsa buat bls. Blm acc nih di pak Asyhar, Hed”, bunyi balasanku.
Ayo dong cptn brow” , balasnya lagi jam 10:52:09.
Jam dua siang aku sudah kembali ke Mataram. Siaran jam dua hingga jam empat sore. Selesai siaran aku sempat posting tiga tulisanku ke blog. Namun karena koneksi internet tidak bersahabat aku memutuskan untuk log out dan mengisi waktu dengan membaca koran.

Selasa, 11 Febuari 2014
Jam sembilan pagi aku sudah berada di Perpustakan Kampus. Membongkar skripsi satu per satu. Dua jam tanpa henti aku mengobrak-abrik semua skripsi jurusan bahasa, tapi skripsi milik Tinjani yang ku cari tak ketemu-ketemu. Skripsi-skripsi teman seangkatanku seolah mengejek dengan menjulurkan lidah dan berkata “Wuek..! wuek...! orang skripsinya udah dipajang di sini, dia malah masih mencari refrensi yang relevan!.”
Butuh usaha keras membongkar skripsi-skripsi berdebu itu. Untuk bisa melihat judulnya harus geser sana-geser sini, angakat sana-angkat sini, pindah sana-pindah sini. Parahnnya lagi debu membuatku bersin bersih berkali-kali. Setelah membongkar satu tumpukan berkali-kali untuk memastikan tak ada satu skripsi pun yang terlewati dari penyisiran mataku. Ah teap saja tidak menemukan skripsi yang aku cari.
“Deo setan kenapa kamu menambah lagi kesulitanku!” teriak iblis dalam diriku.
Aku mengambil tas dan map di tempat penitipan barang.
“Terima kasih, Pak”, kataku ke petugas perpustakaan.
Aku turun meninggalkan Perpus dengan kekecewaan dan rasa enggak nyaman di hidung karena debu. Cuci muka di kamar kecil gedung B kemudian duduk lemas di depan ruang dosen. Sekitar satu jam menunggu, pak Asyhar muncul.
“Tunggu bentar ya”, katanya sambil masuk ke ruang dosen.
Aku memutuskan menulis catatan harian ini untuk mengurangi rasa bosan menunggu. Baru menulis beberapa kalimat. Pak Sahrul keluar dan bertanya.
Siapa yang namanya Andi? Disuruh masuk oleh pak Asyhar”, katanya.
Andi?  Adi mungkin, Pak!”, kataku
“Oya Adi”
Aku langsung mematian note book dan segera menghadap.
‘Kamu sudah masukkan yang saya perintahkan kemarin itu’, sergapnya lansung.
“Saya sudah bongkar-bongkar tapi tidak ada, Pak”
“Tidak mungkin tidak ada”
“Ya pak yang ada hanya skripsi tahun 2011 hingga 2014. Selain tahun itu hanya da satu dua tapi enggak ada skripsinya Tinjani tu, Pak”.
“Minta nomernya Deo itu, Pak. biar saya minta tolong ke dia”
“Nih”, katanya sambil menyodorkan nomor HP yang ku minta.
“Namanya Tijani. Ada Lalu di depannya”, katanya melanjutkan
“Oh Tijani ini laki?, Deo itu siapa, Pak?”
“Itu airname-nya Tijani
“Semoga dia bisa menolong saya. Rumahnya dimana, Pak?”
“Di sekitar Udaya gitu dah. Tapi segini mungkin dia masih kerja
Aku mulai menelpon. Terdengar suara tut..tut..
“Dia muslim Pak”
“Ya ya lah masak Lalu Kristen”
“Assalamulaikum”
“Waalaikum salam. Maaf mengganggu. Benar ini mas Tinjani?”
“Ya benar”
“Saya Nuriadi.. Dosen, eh mahasiswa bimbingan pak Asyhar”
Pak Asyhar memberikan isyarat bahwa beliau ingin bicara denga Deo.
Mas, ini pak Asyhar mau bicara dengan mas Tijani”,kataku kemudian menyerahkan HP itu ke pak Asyhar.
Aku hanya bisa berdoa semoga orang tersebut bersedia menolongku. Saat itu aku berusaha mencuri-curi dengar apa yang dibicarakan dua orang tersebut. Namun aku tetap tak memahami karena ku hanya mendengar kata-kata dari pak Asyhar. Sementara itu, suara Tinjani atau Deo tak ku dengar sama sekali. Aku menangkap beberapa kata penting yang keluar dari mulut pak Asyhar. Beberapa di antaranya Suruh dia ambil saja dan Lombok Tengah.
Aku menarik kesimpulan sendiri, wah bakal repot nih urusan. Sepertinya aku harus mengambil skripsi itu ke Lombok Tengah. Tak lama kemudian pak Asyhar menyerahan HP itu padaku. Aku ngomong langsung dengan mas Deo.
“Mas Deo, dimana kita bisa  bisa ketemu?’
“Dimana aja boleh’
“Sekarang skripsi itu dimana?”
“Oh skripsinya selalu saya bawa kerana saya sudah janji sama pak Asyhar”
Aku sangat bersyukur mendengar pernyataan itu. Itu artinya kau enggak perlu terlalu repot mengambilnya ke Lombok Tengah seperti perkiraan sepihakku sebelumnya. Dan sangat tak ku sangka orang yang sempat aku hujat dalam hati itu berbaik hati mengantarkan skripsi itu ke kampus. Aku sepakat menunggunya di depan gedung A. Setengah jam menunggu tak ada tanda-tanda juga.  Aku kirimkan SMS pemberitahuan mengenai diriku.
Mas Tijani, saya sudah di depan gerbang gedung A. Pakai baju warna putih”
Tak ada balasan. Ah aku positve thinking aja. Mungkin dia tidak bisa membalas karena sedang mengendara. Dalam benakku, Deo ini menggunakan kemaja yang rapi, sepatu pantovel dan mengendarai motor matic atau sport. Beberapa orang yang melintas sempat ku kira mas Deo, tapi ternyata bukan. Hampir satu jam menunggu, tak datang juga. Pikiran negatif kreatifku mengira-ngira. “Jangan-jangn dia kecelakan atau enggak dikasih masuk sama satpam”
Sebuah mobil berwarna silver dengan nomor plat  DR 1895 DB berhenti di depanku. Aku mengira itu dia orang yang ku tunggu-tunggu itu. Tapi kenyataannya dia tidak menegurku. Kalau itu memang Deo pasti dia udah menegurku. Kan tadi aku sudah kasih tahu aku menunggunya di depan gerbang gedung A menggunakan baju warna putih. Saat ini kan cuma aku yang ada di sana. Berarti itu bukan Deo. Tak lama kemudian mobil itu masuk  dan parkir di gedung A.
“Mungkin itu mobil dosen atau kerabatnya”, gumamku.
Tak lama setelah itu, nomor  yang ku simpan dengan nama Lalu Tijani itu me-misscalled ku.
Aku langsung mengiriminya pesan singkat
“Side dmna?”
11:51:49
“Sy sdh di parkiran.”
11:52:38
“Sy dpan grbng gd A. Side dprkiran gd A pa gd D?
11:53:35
“A”
11:54:28
Aku langsung masuk menuju parkiran sepeda motor di samping gedung A. Dan mengiriminya pesan singkat lagi untuk menanyakan warna baju yang dikenakan. Aku menoleh ke kiri dan  kanan. Tak ada SMS balasannya. Aku memutuskan untuk meneleponnya namun belum tersambung aku sudah melihatnya meambaikan tangan ke arahku. Ternyata mobil Suzuki Aerios berwarna silver dengan nomor plat DR 1895 DB yang  tadi semapt berhenti di depanku itu mobil Deo. Aku langsung mengucapkan terima kasih berkali padanya. “Oh my God baik banget orang ini”, kata hatiku sambil menatap mobil itu meninggalkan kampus putih.
Niatnya pengen lansung revisi dan langsung konsultasi lagi siang itu. Akan tetapi keadaan badan tak merestui. Aku pilek gara-gara skripsi berdebu di Perpustakaan pagi tadi. Otomatis kepala merasa pusing, badan sedikit meriang. Oh my God, aku sakit lagi. Sempat ku paksakan untuk tetap mengerjakan skripsi itu, namun tidak bisa fokus karena meler dan pusing. Aku pun tertidur sambil memeluk skripsi mas Deo. Aku baru tersadar menjelang Magrib. Kondisi badan mulai membaik, aku pun langsung membuka note book dan mulai merevisi. Godaan pun datang melalui perantara SMS Astrid. Yah tergoda deh untuk SMS-an dan menyampingkan si Skripsi. Tapi untungnya SMS-an itu tidak berjalan lama. Revisi-an pun beres.

Rabu, 12 Febuari 2014
Setengah sepuluh pagi aku mulai ‘perburuan’ dosen di kampus. Stand by di kampus kali ini bersama Herman Jayadi. Dia memburu pak Dike, aku memburu pak Asyhar. Sekian lama menunggu tak ada tanda-tanda kehadiran ‘buruan’ kami. Aku yang masih pilek dan dengan kondisi kurang tidur  seperti tak berenergi sama sekali, lemah, letih, lesu. Aku mengajak Jaya untuk recharge baterai tubuh dengan sarapan di kantin kampus. Ah megecewakan lauknya sangat tidak memuaskan. Sepertinya itu pengaruh musim libur mahasiswa, makanya lauknya sangat seadanya. Selesai sarapan, kami melanjutkan lagi ‘perburuan’. Untuk merobohkan jenuh, aku membuka note book dan mulai menulis catatan perjalanan hiking ke air terjun Praba beberapa waktu lalu. Tiga jam menunggu, Jaya muali bosan dan memutuskan untuk kembali ke kost. Aku masih melanjutkan penantian hingga empat jam. Sialnya hingga baterai note book emergency ‘buruanku’ enggak dateng-dateng juga. Makin sial lagi karena tulisanku yang sekian halaman hilang. Gara-gara note book hang. Ah shit..aku memutuskan pergi siaran. Baru keluar dari gerbang Unram, SMS embak Ros masuk. Aku berharap itu info mengenai keberadaan pak Asyhar. Namun ternyata isinya menanyakan apakah aku sudah di kampus apa belum. Aku melanjutkan perjalanan dan baru menjelaskan semuanya setelah aku di Fresh Radio.
Seusai siaran aku bertanya ke embak Ros melalui SMS mengenai pak Asyhar. Dan aku  daprt kabar baik bahwa dia baru selesai konsultasi. Aku langsung bertanya apakah pak Asyhar masih di kampus atau enggak. Namun tak ada jawaban. Selesai shalat Ashar aku langsung meluncur ke kampus guna mencari pak Asyhar.
“Sial..!”, kataku sambil melempar map ke bangku di depan ruang dosen.
Ruang dosen sudah terkunci, kampus sepi. Hanya ada beberapa orang yang berada di kampus. Tak menyerah begitu saja, aku mencari langsung ke ruamh kontrakkan beliau. Aku sangat berharap begitu ketemu lansung ACC. Ah sial..sial..sial rumah beliau sepi. Tak ada tanda keberadaan orang. Aku duduk menunggu di depan. Aku berniat mengirimi beliau pesan singkat guna menayakan keberadaannya. Belum sempat ku kirim pesan itu, beliau datang bersama istrinya. Istri cemberut. Aku langsung menghampiri beliau. Meskipun cemberut istri beliau tetap memberikan senyum padaku. Pak Asyhar pun berbisik sambil memberi kode. Aku tidak mendengar apa yang dibisikkannya. Tapi aku yakin beliau sedang menginformasikan padaku istrinya sedang marah karena telat dijemput.
“Saya bawa dulu ya skripsimu. Besok cari saya ke Pusat  Bahasa”, katannya dengan suara yang ditahan-tahan.
“Jam berapa Pak?”
“Sekitar jam sebelas-an

“Ok Pak, terima kasih.”, kataku sambil tersenyum melihat beliau yang kikuk karena merasa bersalah telah mebuat istrinya marah-marah.

0 komentar: