CERITA DI BALIK SKRIPSI
Cerita di balik Skripsi
Selasa, 21 Januari 2014
ku
pengen nulis nih tapi lagi buntu.
Tadi udah nyoba ngetak-ngetik tapi ide tersendat. Kebosanan menguasai otakku. Bosan dengan
kegalauan yang setengah mati aku sembunyikan. Galau karena belum juga bisa lupain kenangan manis sama dia. Ah ditambah lagi seminggu belakangan ini
dosen pembimbing skripsiku ngasih aku harapan palsu . Setiap hari janjian
ketemu, setiap hari enggak ditepatin juga. Lu bisa bayangin keselnya aku. Hari Kamis
sore aku serahin skripsi dibaca dikit terus beliau bilang “Saya bawa aja dulu ya, besok jam empat sore ke sini lagi!”. Ya aku
cuman bisa bilang “Ya deh, Pak”
dengan nada kecewa. Besoknya menjelang jam empat, beliau SMS aku duluan. Gini
kata SMS beliau “Di, kita ketemu besok aja ya. Sebelum pkl 12”. Lagi-lagi aku
cuman bisa mengiyakan.
Besok paginya.
Jam sebelas aku udah nunggu beliau di depan ruang dosen. Sekian lama nunggu,
enggak nongol-nongol juga. Datenglah Ridho, dia nanya gini nih
“Kamu nunggu siapa?”.
“Nunggu pak Asyhar”, jawabku.
Kabar buruk pun
dikasih sama Ridho, bahwa beliau baru aja pulang. Enggak nyerah gitu aja, aku
coba kirimi beliau pesan singkat untuk menanyakan pukul berapa beliau kembali
ke kampus. Setelah lama nunggu beliau membalas pesan singkatku. Gini nih bunyinya.
“Ini masih rapat sampai siang di Pusat Bahasa, kamu
ke rumah aja, tapi nanti saya hubungi kapan waktunya”.
Hampir
menjelang pukul tiga sore, aku nanya lagi ke beliau melalui SMS
“Maaf sebelumnya, pukul berapa Bpk ada waktu
melayani saya konsultasi skripsi, Pak?”.
Lagi-lagi beliau menjawab
“Nanti saya kabari, Saya masih di Posko KKN”.
Setelah selesai
siaran, sekitar jam lima sore, aku nanya lagi ke beliau
“Maaf Pak, pukul berapa saya bisa ke rumah,
Bapak?”
Satu jam
kemudian, SMS-ku di balas.
“Saya baru pulang dari tempat KKN. Nanti
malam ada acara sama keluarga. Besok ya. Saya SMS kapan waktunya”.
Besok paginya,
begitu selesai mandi, saya langsung menelepon beliau namun tidak diangkat. Saya
telepon lagi ke nomor handphone-nya
yang lain, sama tidak diangkat juga.
“Ah mungkin sedang tidak bisa menerima
telepon”, gumamku memaksa diri berpikir positif.
Aku pun
memutuskan untuk mengirim pesan singkat saja.
“Mohon maaf sebelumnya. Pak, mohon tolong
saya agar saya bisa ACC sebelum Bapak berangkat ke Lampung”
Beberapa menit
kemudian beliau membalas
“Nanti siang ya. Saya ngajar sampai pukul
13.00”
“Ya deh Pak. Mohon jangan diundur-undur lagi
ya”
Hari
ini pukul 14.00 hingga 16.00 saya ada jadwal siaran. Saya memutuskan untuk
tidak bersiaran demi bisa konsultasi skripsi. Satu per satu teman siaran pun
saya hubungi agar menggantikan saya. Akan tetapi hingga orang kelima yang saya
mintai tolong enggak ada yang bisa. Mirza dan Denu yang biasanya selalu bisa,
hari ini mereka enggak bisa. Semua teman yang kemungkinan bisa saya hubungi
namun tak satu pun yang bisa. Hingga lima belas menit menjelang pukul 14.00 pun
belum ada yang bisa. Saya malah dapet SMS yang bikin bete dari Denu yang bilang “Kamu
aja yang siaran Dev, Lain kali deh saya gantiin. Aku belum mandi juga nih”
Aku membalas SMS
itu dengan kekesalan yang sangat “Kalau
saya bisa, ngapain saya minta tolong”. Akhirnya saya nekat melanggar
aturan. Saya biarkan program yang saya handle
kosong penyiar, saya minta tolong pada Mirza untuk membuat playlist saja.
“Terus siapa yang siaran Dev?”, SMS dari
Denu.
“Playlist”, saya jawab dengan kesal.
“Kalau gitu saya dah yang siaran”,
katanya.
“Terimaksih”, jawabku.
Satu
jam berlalu, Dosen yang ditunggu tak datang-datang. Aku coba mengisi waktu
dengan ngobrol dengan embak Ros yang juga sedang menunggu dosen yang sama
denganku. Entah berapa orang tempat kami menanyakan keberadaan beliau namun tak
ada yang tahu. Berkali-kali kami SMS, tak satu pun dibalas. Berkali-kali kami
telepon, tak diangkat-angkat juga. Hampir dua jam berlalu, kampus mulai sepi.
Embak Ros memutuskan untuk pulang. Aku bersi kukuh tetap menunggu. Untuk mengurangi
rasa jenuh yang semakin melimpah. Aku manfaatkan waktu dengan menulis catatan
harian ini. Hingga hampir jam tiga sore tak ada kabar berita. Aku telepon kak
Endang untuk menyakan kabar Linda. Dan dari kak Endang aku dapet info bahwa
Linda di Mataram. Aku pun langsung pergi ke kost-nya untuk mengambil daftar
hadir peserta seminar proposal skripsiku. Beberapa menit di sana, SMS masuk
dari pak Asyhar, “Saya flu berat. Belum
bisa terima konsultasi. Maaf”
Kamis, 6 Febuari 2014
Setelah
sekian lama diberi harapan palsu. Akhirnya bisa juga ketemu sama dosen
pembimbingku yang super super sibuk. Betapa senangnya hatiku. Oh thanks God!
Terbitnya
harapan itu, berawal dari pesan singkat yang dikirimkan oleh embak Ros. Gini
bunyinya pesan singkatnya.
“Ne da pak ashar cpt dtng dia baru dtng”
6 Febuari 2014 |
10:44:45
Dari kost Ricko
aku langsung meluncur ke kampus. Di depan ruang dosen, embak Ros dan teman yang
lain sudah menunggu.
“Kalian sudah konsultasi?”
“Belum, Bapak masih ngobrol”
Kesabaran memang
harus tetap melekat pada mahasiswa skripsian, terutama kesabaran menanti dosen. Hampir satu jam
berlalu, sang dosen belum juga memberikan tanda kesedian melayani konsultasi.
Untuk membunuh bosan, kami ngobrolin segala hal yang bisa diobrolin. Salah satu
obrolan utama kami ya tidaklain tidak bukan skripsi.
“Tunggu bentar ya”, kata Pak Asyhar
sambil berlalu menuju Ruang Jurusan.
Seandainya
bangku di dapan ruang dosen itu bisa ngomong dia pasti udah protes karena
terlalu lama dan terlalu sering didudukin oleh mahasiswa skripsian seperti
kami. Kita skip aja ya proses menunggu yang menjemukan tersebut. Alright kita langsung ke proses
konsultasi aja. Kami baru dilayani konsultasi menjelang azan Dzuhur. Bayangin
nunggu dari jam sepuluh pagi baru dilayani jam segitu. Berarti kami menunggu
selama tga jam-an. And I think you know,
pekerjaan paling membosankan itu adalah menunggu.
Eh katanya mau
langsung ke proses konsultasi, kok malah jadi banyak ngomong. Gimana sih Adi
ini. Ok ok sorry.. Jadi gini
ceritanya. Pak Asyhar keluar lagi dari ruang dosen dan bilang
“Adi, kemarin skripsimu dibaca oleh Deo. Dia bilang
ada penelitian yang relevan yang dilakukan oleh mahasiswa di sini yang belum
kamu masukkan ke skripsimu”.
“Oh my God. Udah hampir ACC skripsi eh malah kayak
gini. Ada-ada aja tu orang baca-baca skipsiku. Monyong...!”,
gumamku kesal dalam hati.
“Ada dua penelitian katanya. Kamu harus tambahkan
kedua penelitian itu di bab dua-mu”, perintah pak
Asyhar.
“Siapa namanya penelitinya, Pak?”
“Tinjani. Tahunya 2006 dan satunya lagi saya lupa.
Coba cari di Perpustakaan!. Masih buka enggak Perpus sekarang?”
“Udah tutup sih, Pak. Palingan bukanya sampai
jam dua belas”, jawabku lemas.
Singkat cerita,
skripsiku dicoret-coret dan katakan analisis datanya terlalu subyektif. Aku harus revisi lagi. Aku balik ke kost Ricko
dengan kekesalan. Malaikat dalam hatiku bilang “Syukur ada Deo yang membaca skripsimu. Kan nantinya skripsimu lebih
sempurna”.
Sementara itu
Setan dalam hatiku bilang “Kurang ajar
itu orang. Pasti dia mau sok-sok-an tuh!. Monyet tuh orang!”
Jumat, 7 Febuari 2914
“Konsul hari ini? Klok konsul langsung k PUBAH
soalnya pak ashar disana selesai ngajar jam 12”
Pesan sangkat dari embak Ros yang masuk pukul 05:10:37 ke HP-ku.
Aku baru lihat pesan
tersebut sekitar jam setengah enam pagi. Aku cuekin aja karena enggak ada pulsa
untuk membalasnya. Lagian hari itu aku males banget urus skripsi yang enggak
kelar-kelar itu. Jenuh dengan kesulitan tanpa akhir yang aku alami selama menggarap
serius skripsi ini. Aku sama sekali tak berniat konsultasi hari itu. Aku belum
merevisi lagi.
Pukul 06:47:20 pesan singkat Hedi masuk. Begini nih
redaksinya.
“Kpn ujian di?”
Membca SMS itu
entah dari mana datangnya semangatku merevisi skripsi itu. Sekitar jam sepuluh
revisian itu beres. Aku print out hasil revisi kemudian mandi dan bergegas
mencari pak Asyhar ke Pusat Bahasa Universitas
Mataram. Karena tahu beliau baru selesai ngajar bule-bule itu jam dua
belas. Aku sempatkan diri sarapan di pak Amat yang jualan di lapak sebelah
timur Unram lama. Setelah sarapan, aku
langsung melanjutkan misi menuju Pusat Bahasa. Aku parkir si Revo tepat di
sebelah Supra X pak Asyhar. Sekian lama menunggu belum keliatan juga batang
hidung sang dosen. Bule-bule lalu lalang meninggalakan Pusat Bahasa. Pemandangan
dari bule-bule cantik lumayan segarkan otak yang penat. Jam di HP-ku
menunjukkan dua belas lewat enam menit. “Lah
kok enggak keluar-keluar nih dosen”, gumamku.
“Ngapain kamu di sini?, nyari saya?”,
kata pak Asyhar dari kejauhan.
Aku hanya
merespon dengan anggukkan kepala.
“Kamu enggak tahu ini jam Jumatan?, Emang kamu udah
masukkin yang saya suruh kematin itu?
“Belum sih, Pak”
“Terus mau ngapain cari saya?”
“Mau anter revisian yang kemarin”
“Bukan sekedar revisian yang saya mau. Kamu harus
masukkan dulu itu. Bisa sekarang enggak?”
“Enggak bisa, Pak. Hari Jumat kan Perpustakaan cuma
buak sape jam sebelas”
“Ya udah deh besok aja”
Oh my God nyesek banget
rasanya. Penantian yang percuma. Kerja keras yang hasilnya tertunda lagi. Misi
hari ini gagal. Aku hanya mampu menghela napas dalam-dalam menelan kekecewaan.
Mendadak badan terasa lemas enggak bersemangat. Dari Pusat Bahasa aku langsung
menuju Masjid Babul Hikmah Unram. “Tuhan
tambahkan sabarku menjalani proses panjang untuk sejilid skripsi ini”. Hatiku
bebisik mengadu pada Tuhan.
Sabtu, 8 Febuari 2014
Berbeda
dengan pagi sehari sebelumnya. Pagi ini aku punya keinginan besar ke kampus.
Aku sangat bersemangat. Meski badan terasa kurang fit, tapi aku tidak terlalu
menghiraukannya. “Ah palingan nanti
setelah mandi seger lagi kok”, gumamku melawan kenyataan badan.
Bener saja aku
mandi dan bersiap-siap berangkat. Misiku pagi ini adalah membongkar tumpukkan
skripsi di Perpustakaan Kampus. Ya karena itu yang harus aku lakukan untuk
melengkapi relefrensi yang relevan dalam skripsiku. My Men and Sist, keinginan memang enggak selalu berjalan searah
denga kenyataan. Walaupun aku udah mandi, badan tetep aja loyo, kepala malah
makin pusing. Pokoknya badan drop dan
enggak bisa dipaksain buat menjalankan misi pagi ini. Aku sadar, badanku protes
karena seminggu belakangan ini aku sering begadang hingga larut malam. Bahkan
tak jarang hingga jam empat dini hari. Dan gini nih efek buruknya. Misi pagi
ini jadi terganggu. Aku coba baringkan badan. Berharap badan segera baikkan. Ah hingga jam sepuluh belum ada perkembangan. Badan masih lemas, kepala
masih pusing. Wah sepertinya rencana
hari ini akan gagal total. Benar saja hingga jam dua belas tak ada perkembangan
sedikit pun. Mengingat hari Sabtu jam kerja orang Perpus tidak sepanjang hari
Senin hingga Kamis, aku memutuskan positif tidak mengurus urusan skripsi hari
ini.
Jam
satu baru ada perkembangan. Sepertinya badan bisa dipaksa melakuakn aktivitas.
Akhirnya aku pun menerima tawaran Avan untuk menggantikannya siaran Request Box jam dua siang itu. Siaran
berakhir jam empat, aku langsung meluncur pulang menghadiri pemakaman tuaq Raip. Seusai pemakaman, aku
istirahat total di rumah hingga hari Senin.
Senin, 10 Febuari
2014
Kesehatan
badan kembali seperti sedia kala. Pagi ini aku memutuskan untuk memangkas
rambut menggunakan jasa temen-temenku di Kampung. Seusai memangkas rambut, kami
bernostalgia di Peroyek. Di tengah
becandaan dengan teman-teman, aku kepikiran sama skripsi. Tak lama kemudian, pesan singkat Hedi masuk jam 10:42:02, begini
bunyinya “Kpn ujian?”
“Maaf kmrn gk ada plsa buat bls. Blm acc nih di pak
Asyhar, Hed”, bunyi balasanku.
“Ayo dong cptn brow” , balasnya lagi jam
10:52:09.
Jam
dua siang aku sudah kembali ke Mataram. Siaran jam dua hingga jam empat sore.
Selesai siaran aku sempat posting tiga tulisanku ke blog. Namun karena koneksi
internet tidak bersahabat aku memutuskan untuk log out dan mengisi waktu dengan membaca koran.
Selasa, 11 Febuari
2014
Jam
sembilan pagi aku sudah berada di Perpustakan Kampus. Membongkar skripsi satu
per satu. Dua jam tanpa henti aku mengobrak-abrik semua skripsi jurusan bahasa,
tapi skripsi milik Tinjani yang ku cari tak ketemu-ketemu. Skripsi-skripsi
teman seangkatanku seolah mengejek dengan menjulurkan lidah dan berkata “Wuek..! wuek...! orang skripsinya udah
dipajang di sini, dia malah masih mencari refrensi yang relevan!.”
Butuh usaha
keras membongkar skripsi-skripsi berdebu itu. Untuk bisa melihat judulnya harus
geser sana-geser sini, angakat sana-angkat sini, pindah sana-pindah sini.
Parahnnya lagi debu membuatku bersin bersih berkali-kali. Setelah membongkar
satu tumpukan berkali-kali untuk memastikan tak ada satu skripsi pun yang
terlewati dari penyisiran mataku. Ah teap saja tidak menemukan skripsi yang aku
cari.
“Deo setan kenapa kamu menambah lagi kesulitanku!”
teriak iblis dalam diriku.
Aku mengambil
tas dan map di tempat penitipan barang.
“Terima kasih, Pak”,
kataku ke petugas perpustakaan.
Aku turun
meninggalkan Perpus dengan kekecewaan dan rasa enggak nyaman di hidung karena
debu. Cuci muka di kamar kecil gedung B kemudian duduk lemas di depan ruang
dosen. Sekitar satu jam menunggu, pak Asyhar muncul.
“Tunggu bentar ya”,
katanya sambil masuk ke ruang dosen.
Aku memutuskan
menulis catatan harian ini untuk mengurangi rasa bosan menunggu. Baru menulis
beberapa kalimat. Pak Sahrul keluar dan bertanya.
“Siapa yang namanya Andi? Disuruh masuk oleh
pak Asyhar”, katanya.
“Andi?
Adi mungkin, Pak!”, kataku
“Oya Adi”
Aku langsung
mematian note book dan segera
menghadap.
‘Kamu sudah masukkan yang saya perintahkan kemarin
itu’, sergapnya lansung.
“Saya sudah bongkar-bongkar tapi tidak ada, Pak”
“Tidak mungkin tidak ada”
“Ya pak yang ada hanya skripsi tahun 2011 hingga
2014. Selain tahun itu hanya da satu dua tapi enggak ada skripsinya Tinjani tu,
Pak”.
“Minta nomernya Deo itu, Pak. biar saya minta tolong
ke dia”
“Nih”, katanya sambil menyodorkan nomor HP yang ku
minta.
“Namanya Tijani. Ada Lalu di depannya”,
katanya melanjutkan
“Oh Tijani ini laki?, Deo itu siapa, Pak?”
“Itu airname-nya Tijani”
“Semoga dia bisa menolong saya. Rumahnya dimana,
Pak?”
“Di sekitar Udaya gitu dah. Tapi segini mungkin dia
masih kerja”
Aku mulai
menelpon. Terdengar suara tut..tut..
“Dia muslim Pak”
“Ya ya lah masak Lalu Kristen”
“Assalamulaikum”
“Waalaikum salam. Maaf mengganggu. Benar ini mas
Tinjani?”
“Ya benar”
“Saya Nuriadi.. Dosen, eh mahasiswa bimbingan pak
Asyhar”
Pak Asyhar
memberikan isyarat bahwa beliau ingin bicara denga Deo.
“Mas, ini pak Asyhar mau bicara dengan mas
Tijani”,kataku kemudian menyerahkan HP itu ke pak Asyhar.
Aku hanya bisa
berdoa semoga orang tersebut bersedia menolongku. Saat itu aku berusaha
mencuri-curi dengar apa yang dibicarakan dua orang tersebut. Namun aku tetap
tak memahami karena ku hanya mendengar kata-kata dari pak Asyhar. Sementara itu,
suara Tinjani atau Deo tak ku dengar sama sekali. Aku menangkap beberapa kata
penting yang keluar dari mulut pak Asyhar. Beberapa di antaranya Suruh dia ambil saja dan Lombok Tengah.
Aku menarik
kesimpulan sendiri, wah bakal repot nih urusan. Sepertinya aku harus mengambil
skripsi itu ke Lombok Tengah. Tak lama kemudian pak Asyhar menyerahan HP itu padaku. Aku ngomong langsung dengan mas
Deo.
“Mas Deo, dimana kita bisa bisa ketemu?’
“Dimana aja boleh’
“Sekarang skripsi itu dimana?”
“Oh skripsinya selalu saya bawa kerana saya sudah
janji sama pak Asyhar”
Aku sangat
bersyukur mendengar pernyataan itu. Itu artinya kau enggak perlu terlalu repot
mengambilnya ke Lombok Tengah seperti perkiraan sepihakku sebelumnya. Dan
sangat tak ku sangka orang yang sempat aku hujat dalam hati itu berbaik hati
mengantarkan skripsi itu ke kampus. Aku sepakat menunggunya di depan gedung A.
Setengah jam menunggu tak ada tanda-tanda juga.
Aku kirimkan SMS pemberitahuan mengenai diriku.
“Mas Tijani, saya sudah di depan gerbang
gedung A. Pakai baju warna putih”
Tak ada balasan.
Ah aku positve thinking aja. Mungkin
dia tidak bisa membalas karena sedang mengendara. Dalam benakku, Deo ini
menggunakan kemaja yang rapi, sepatu pantovel dan mengendarai motor matic atau sport. Beberapa orang yang melintas sempat ku kira mas Deo, tapi
ternyata bukan. Hampir satu jam menunggu, tak datang juga. Pikiran negatif
kreatifku mengira-ngira. “Jangan-jangn
dia kecelakan atau enggak dikasih masuk sama satpam”
Sebuah
mobil berwarna silver dengan nomor plat
DR 1895 DB berhenti di depanku. Aku mengira itu dia orang yang ku
tunggu-tunggu itu. Tapi kenyataannya dia tidak menegurku. Kalau itu memang Deo
pasti dia udah menegurku. Kan tadi aku sudah kasih tahu aku menunggunya di
depan gerbang gedung A menggunakan baju warna putih. Saat ini kan cuma aku yang
ada di sana. Berarti itu bukan Deo. Tak lama kemudian mobil itu masuk dan parkir di gedung A.
“Mungkin itu mobil dosen atau kerabatnya”,
gumamku.
Tak lama setelah
itu, nomor yang ku simpan dengan nama
Lalu Tijani itu me-misscalled ku.
Aku langsung
mengiriminya pesan singkat
“Side dmna?”
11:51:49
“Sy sdh di parkiran.”
11:52:38
“Sy dpan grbng gd A. Side dprkiran gd A pa gd D?”
11:53:35
“A”
11:54:28
Aku langsung
masuk menuju parkiran sepeda motor di samping gedung A. Dan mengiriminya pesan
singkat lagi untuk menanyakan warna baju yang dikenakan. Aku menoleh ke kiri
dan kanan. Tak ada SMS balasannya. Aku
memutuskan untuk meneleponnya namun belum tersambung aku sudah melihatnya
meambaikan tangan ke arahku. Ternyata mobil Suzuki Aerios berwarna silver
dengan nomor plat DR 1895 DB yang tadi
semapt berhenti di depanku itu mobil Deo. Aku langsung mengucapkan terima kasih
berkali padanya. “Oh my God baik banget
orang ini”, kata hatiku sambil menatap mobil itu meninggalkan kampus putih.
Niatnya pengen
lansung revisi dan langsung konsultasi lagi siang itu. Akan tetapi keadaan
badan tak merestui. Aku pilek gara-gara skripsi berdebu di Perpustakaan pagi
tadi. Otomatis kepala merasa pusing, badan sedikit meriang. Oh my God, aku
sakit lagi. Sempat ku paksakan untuk tetap mengerjakan skripsi itu, namun tidak
bisa fokus karena meler dan pusing. Aku pun tertidur sambil memeluk skripsi mas
Deo. Aku baru tersadar menjelang Magrib. Kondisi badan mulai membaik, aku pun
langsung membuka note book dan mulai merevisi. Godaan pun datang melalui
perantara SMS Astrid. Yah tergoda deh untuk SMS-an dan menyampingkan si
Skripsi. Tapi untungnya SMS-an itu tidak berjalan lama. Revisi-an pun beres.
Rabu, 12 Febuari 2014
Setengah sepuluh
pagi aku mulai ‘perburuan’ dosen di kampus. Stand
by di kampus kali ini bersama Herman Jayadi. Dia memburu pak Dike, aku
memburu pak Asyhar. Sekian lama menunggu tak ada tanda-tanda kehadiran ‘buruan’
kami. Aku yang masih pilek dan dengan kondisi kurang tidur seperti tak berenergi sama sekali, lemah,
letih, lesu. Aku mengajak Jaya untuk recharge
baterai tubuh dengan sarapan di kantin kampus. Ah megecewakan lauknya
sangat tidak memuaskan. Sepertinya itu pengaruh musim libur mahasiswa, makanya
lauknya sangat seadanya. Selesai sarapan, kami melanjutkan lagi ‘perburuan’.
Untuk merobohkan jenuh, aku membuka note book dan mulai menulis catatan
perjalanan hiking ke air terjun Praba beberapa waktu lalu. Tiga jam menunggu,
Jaya muali bosan dan memutuskan untuk kembali ke kost. Aku masih melanjutkan
penantian hingga empat jam. Sialnya hingga baterai
note book emergency ‘buruanku’ enggak dateng-dateng juga. Makin sial lagi
karena tulisanku yang sekian halaman hilang. Gara-gara note book hang. Ah shit..aku memutuskan pergi siaran. Baru keluar
dari gerbang Unram, SMS embak Ros masuk. Aku berharap itu info mengenai
keberadaan pak Asyhar. Namun ternyata isinya menanyakan apakah aku sudah di
kampus apa belum. Aku melanjutkan perjalanan dan baru menjelaskan semuanya
setelah aku di Fresh Radio.
Seusai siaran
aku bertanya ke embak Ros melalui SMS mengenai pak Asyhar. Dan aku daprt kabar baik bahwa dia baru selesai
konsultasi. Aku langsung bertanya apakah pak Asyhar masih di kampus atau
enggak. Namun tak ada jawaban. Selesai shalat Ashar aku langsung meluncur ke
kampus guna mencari pak Asyhar.
“Sial..!”, kataku sambil
melempar map ke bangku di depan ruang dosen.
Ruang dosen
sudah terkunci, kampus sepi. Hanya ada beberapa orang yang berada di kampus.
Tak menyerah begitu saja, aku mencari langsung ke ruamh kontrakkan beliau. Aku
sangat berharap begitu ketemu lansung ACC. Ah sial..sial..sial rumah beliau
sepi. Tak ada tanda keberadaan orang. Aku duduk menunggu di depan. Aku berniat
mengirimi beliau pesan singkat guna menayakan keberadaannya. Belum sempat ku
kirim pesan itu, beliau datang bersama istrinya. Istri cemberut. Aku langsung
menghampiri beliau. Meskipun cemberut istri beliau tetap memberikan senyum
padaku. Pak Asyhar pun berbisik sambil memberi kode. Aku tidak mendengar apa
yang dibisikkannya. Tapi aku yakin beliau sedang menginformasikan padaku
istrinya sedang marah karena telat dijemput.
“Saya bawa dulu ya skripsimu. Besok cari saya ke
Pusat Bahasa”,
katannya dengan suara yang ditahan-tahan.
“Jam berapa Pak?”
“Sekitar jam sebelas-an”
“Ok Pak, terima kasih.”,
kataku sambil tersenyum melihat beliau yang kikuk karena merasa bersalah telah
mebuat istrinya marah-marah.
0 komentar: